PERENCANAAN WILAYAH PEDESAAN


PAPER
PERENCANAAN WILAYAH PEDESAAN










DISUSUN OLEH

YUDDY MEIYUDHA SUPHARMAN
04.1.16.0896





JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR
2018





KONSEP PEMBANGUNAN PEDESAAN
Definisi pembangunan telah dikemukakan oleh berbagai ahli di seluruh dunia dengan sudut pandang yang beragam. Pada intinya, pembangunan adalah segala upaya untuk mewujudkan perubahan sosial besar-besaran dari suatu keadaan kehidupan nasional menuju keadaan baru yang lebih baik (Katz dalam Ndraha, 1987:30). Perubahan sosial tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan dan berlangsung secara terus menerus.
Perhatian pembangunan perlu diarahkan kepada pembangunan perdesaan, karena sebagian besar wilayah Indonesia meliputi wilayah pedesaan. Hal tersebut diperkuat lagi oleh adanya kenyataan bahwa masyarakat perdesaan masih diliputi dengan masalah kemiskinan, keterbelakangan dan berbagai kerawanan sosial lainnya. Perlu usaha yang terencana untuk membangun sarana-prasarana pedesaan, kemandirian ekonomi desa (produksi dan distribusi) dan infrastruktur pedesaan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik (Khoiron, 2003:3). Pemerintah pun telah menjadikan pembangunan pedesaan menjadi program utama nasional.
Mubyarto dan Kartodirdjo (1988:69-70) mendefinisikan pembangunan pedesaan sebagai pembangunan yang berlangsung di pedesaan dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotongroyong. Pembangunan pedesaan ini dijabarkan dalam berbagai program pembangunan pedesaan yang melingkupi berbagai aspek. Nimal A. Fernando (2008) menyebutkan ada 3 aspek (dimensi) dasar dalam pembangunan pedesaan, yaitu dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi politik. Dimensi ekonomi mencakup penyediaan kapasitas dan peluang bagi masyarakat miskin serta berpendapatan rendah untuk mendapatkan manfaat dari proses pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga mengurangi ketidakmerataan pendapatan, baik intra maupun antar sektor. Dimensi sosial mendukung pembangunan sosial masyarakat desa yang kurang beruntung dan menyediakan jaring pengaman sosial. Dimensi politik memperbaiki peluang masyarakat miskin dan berpendapatan rendah untuk berpartisipasi secara efektif dan setara dalam proses politik di tingkat desa (dalam Arsyad,dkk, 2011:18-19).
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN WILAYAH PEDESAAN
Paradigma merupakan model atau kerangka berfikir yang menjadi arah pemikiran pemerintah dalam proses kebijakan. Untuk kebijakan pembangunan sendiri, ada tiga paradigma yang pernah menjadi acuan pemerintah dalam perkembangan proses pembangunan pedesaan di Indonesia. Paradigma ini didesain oleh salah satu lembaga internasional World Bank (Bank Dunia), antara lain:
a.       Integrated Rural Development (IRD)
Paradigma pembangunan desa terpadu (integrated rural development) merupakan model pembangunan yang dicetuskan oleh Bank Dunia (World Bank) sekitar tahun 1970- an. Paradigma ini mengacu pada paham developmentalisme (modernisasi) ala barat, yang mengusung beberapa hal. Pertama, IRD berupaya memacu pertumbuhan ekonomi desa di sektor pertanian melalui revolusi hijau, yakni dengan cara menyediakan paket lintas sektoral, sistem pertanian terpadu dan diversifikasi tanaman, didukung oleh penyuluhan, pelatihan, pelayanan sosial, dan proyek infrastruktur desa. Kedua, pembangunan dipimpin oleh negara (state led development). Negara berposisi kuat dan berperan aktif dalam melancarkan proses pembangunan desa. Tentu saja dengan model birokrasi yang hierarkis dan terpusat. Dengan pendekatan terpusat, diharapkan keterpaduan antar sektor dapat tercapai. Ketiga, transfer pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju. Keempat, menempatkan masyarakat sebagai penerima manfaat. Kelima, otoritarianisme ditolerir sebagai prasyarat dan prakondisi untuk melancarkan pertumbuhan ekonomi (Eko dan Krisdyatmoko, 2006:51). Model ini selanjutnya diadopsi oleh pemerintah Indonesia rezim Orde Baru.
b.      Community Driven Development (CDD)
Community Driven Development (CDD) merupakan sebuah model yang dikembangkan oleh Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1990-an, sebagai kritik terhadap pendekatan Integrated Rural Development (IRD). Paradigma ini mengusung beberapa keyakinan. Pertama, belajar dari program bantuan (utang) luar negeri yang menimbulkan banyak praktek korupsi di tubuh birokrasi pada tahun-tahun sebelumnya, Bank Dunia mendesain model minimalisasi negara dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan. Dengan kata lain, posisi kunci pembangunan bukan dipegang oleh negara lagi, melainkan masyarakat. Kedua, CDD menekankan pada partisipasi masyarakat, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan program pembangunan. Negara hanya bertugas sebagai administrator dan fasilitator. Ketiga, CDD memberi ruang keterlibatan unsurunsur masyarakat sipil seperti NGOs atau konsultan pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini sering disebut dengan liberalisasi sektor ketiga. Keempat, CDD mengundang sektor swasta untuk terlibat dalam melaksanakan proyek pembangunan pedesaan. Kelima, CDD mengusung model antar sektor atau antar aktor dalam pengelolaan pembangunan pedesaan. Keenam, CDD memasukkan unsur good governance (transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi) sebagai spirit dan kerangka kerja pembangunan pedesaan (Eko dan Krisdyatmoko, 2006:68-69).
c.       Sustainable Rural Development (SRD)
Arah dan tujuan pembangunan pedesaan kembali direvisi dalam dekade belakangan ini dengan mengusung paradigma Sustainable Rural Development (SRD). Seperti yang dituliskan oleh A.Shepherd (1998), SRD mengusung beberapa keyakinan, antara lain: a) Pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan, b) Proses pengambilan keputusan melibatkan warga yang marginal, c) Menonjolkan nilai-nilai kebebasan, otonomi, harga diri, d) Pengembangan institusi lokal untuk ketahanan sosial, e) Penghargaan terhadap kearifan lokal dan teknologi lokal, f) Penguatan institusi untuk melindungi aset komunitas miskin, g) Organisasi belajar non-hirarkis, h) Peran negara yang aktif dan responsif: menyiapkan kerangka legal yang kondusif, membagi kekuasaan, memberikan jaminan distribusi sosial, mendorong tumbuhnya institusi masyarakat, i) Peran pemerintah daerah yang aktif dan responsif, j) Aktor pemerintahan desa yang berkapasitas, k) Pemerintahan desa yang otonom dan demokratis (Eko dan Krisdyatmoko, 2006:80


STRATEGI PEMBANGUNAN WILAYAH PEDESAAN
            Pembangunan pedesaan merupakan kebijakan yang telah digalakkan pemerintah sejak orde lama. Sampai sekarang, kebijakan ini terus berkembang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, politik negara dan dituangkan dalam rencana pembangunan nasional. Selain pembangunan desa yang termuat dalam APBDes, desa memperoleh program-program pembangunan lagi dari pemerintah, baik pemeritah pusat, maupun pemerintah daerah. Beberapa program dari pemerintah pusat itu misalnya PNPM-Mandiri, Desa Sejahtera, dan BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Dalam program tersebut pun masih terdapat beberapa agenda pembangunan lain yang dibagi dalam berbagai aspek.
Menurut Abdul Wahab (1994:45) pada umumnya ada empat strategi yang sering dipakai oleh pemerintah yang bersangkutan dalam rangka mewujudkan tujuan yang termasuk dalam pembangunan desa yaitu : (1) The Growth (strategi pertumbuhan), (2) The Welfare Strategy (strategi kesejahteraan) (3) Responsive strategy (strategi yang tanggap kebutuhan masyarakat/responsif) dan (4) The Integrated and Sustainable Strategy (strategi terpadu dan berkelanjutan). Hal ini juga disebutkan oleh Rahardjo Adisasmita dalam bukunya “Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan” (2006:21).
Strategi pertumbuhan pada umumnya bermaksud untuk mencapai peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis dari output pertanian dengan cara mengeluarkan sumber-sumber pada para petani yang paling mudah untuk di jangkau dalam artian psikologis maupun artian administratif. Biasanya para petani besar, petani-petani modern yang memiliki kemampuan akses terhadap fasilitas kredit, teknologi padat modal dan pasar. Titik berat strategi ini adalah pada peningkatan jenis-jenis tanaman yang akan menghasilkan keuntungan besar, seringkali berupa tanaman yang dieksport atau konsumsi elit.
Strategi kesejahteraan pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan penduduk desa melalui program-program sosial berskala besar seperti misalnya pendirian klinik-klinik kesehatan dan pusat-pusat perbaikan gizi di desa. Fokus dari strategi ini lebih menunjuk kepada layanan sosial seperti kesehatan, transportasi dan pendidikan.
Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsif) merupakan reaksi terhadap strategi kesejahteraan yang telah dirumuskan untuk menanggapi kebutuhan yang dirumuskan sendiri oleh penduduk desa, mungkin dengan bantuan pihak luar. Selain itu strategi ini untuk membantu memperlancar usaha-usaha mandiri yang dilakukan oleh penduduk desa melalui pengadaan teknonologi serta sumber-sumber yang cocok untuk kepentingan mereka, terutama yang tidak tersedia di desa.
Strategi terpadu dan berkelanjutan dimaksudkan untuk mengkombinasikan unsurunsur pokok dari pendekatan. Artinya ingin mencapai secara simultan tujuan-tujuan yang menyangkut pertumbuhan, persamaan kesejahteraan, partisipasi, dan kemandirian masyarakat pedesaan. Strategi ini melibatkan peran aktif pemerintah desa dalam memelihara integritas masyarakat desa serta memelihara arah, strategi, dan proses pembangunan. Interaksi yang dibangun berasal dari komponen-komponen organisasi matriks yang lebih mengejawantahkan hubungan horizontal, daripada vertikal, antara rakyat dan birokrat (Tjokrowinoto, 2007:43). Individu (masyarakat) bukan lagi berperan sebagai objek, melainkan sebagai aktor yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumberdaya, dan mengarahkan proses pembangunan yang mempengaruhi kehidupannya.
Strategi terpadu dan berkelanjutan juga menjadi kritik dari beberapa strategi lainnya yang memiliki kelemahan. Strategi pertumbuhan memiliki kelemahan yaitu semakin memperlebar ketimpangan antara anggota masyarakat yang kaya dan yang miskin. Kelemahan strategi kesejahteraan adalah menciptakan ketergantungan masyarakat yang sangat kuat pada pemerintah. Kelemahan stategi responsif terhadap kebutuhan masyarakat sangat sulit untuk direalisasikan, diadaptasi dan ditransformasikan secara luas karena terlalu idealis, sehingga sukar dilaksanakan secara efektif (Adisasmita, 2006:22). Dalam dekade belakangan ini, implementasi pembangunan diarahkan menggunakan strategi terpadu dan berkelanjutan yang menjamin adanya koordinasi dan kesinambungan program, berpusat pada rakyat (pemberdayaan), serta selaras dengan paradigma SRD.
PROGRAM PEMBANGUNAN WILAYAH PEDESAAN
            Dilihat dari sejarahnya, selama periode orde lama hingga orde baru, pembangunan pedesaan lebih ditekankan pada sektor pertanian dan perekonomian desa. Pada saat orde lama muncul program landreform untuk kesejahteraan masyarakat tani. Kemudian muncul juga koperasi sebagai gerakan ekonomi kerakyatan (Eko dan Krisdyatmiko, 2006: 107). Kemudian pada masa orde baru muncul program-program pembangunan yang tercantum dalam Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Program-program itu didanai dari APBN. Selain itu saat orde baru muncul beberapa inpres (instruksi presiden), seperti inpres bandes (bantuan desa). Desa diberi bantuan dana senilai 100 ribu rupiah dan terus meningkat hingga mencapai 10 juta rupiah. Kemudian muncul juga program IDT (Inpres Desa Tertinggal), program pengembangan kawasan terpadu, dan program pembangunan lain yang dikendalikan oleh hampir semua departemen pemerintahan yang ada.
Setelah orde baru, program pembangunan pedesaan juga semakin berkembang. Ditambah lagi Indonesia mendapat sejumlah pinjaman dana cukup besar dari luar negeri seperti bank dunia (World Bank). Tidak berbeda dengan format lama, setiap departemen pemerintahan masih mengendalikan beberapa program pembangunan di pedesaan. Pertimbangannya agar perencanaan pembangunan lebih spesifik dalam setiap sektor, sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, dll. Dengan demikian diharapkan tujuan pembangunan akan tercapai secara maksimal dan kebutuhan desa di setiap sektor dapat diakomodasi dengan baik.
Adapun program yang diluncurkan pemerintah pusat ke pedesaan dari bantuan luar negeri contohnya PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri. PNPM sendiri memiliki banyak program cabang mulai dari PNPM- Mandiri pedesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), hingga PNPM Infrastruktur Perdesaan (PPIP). Program PNPM Mandiri pun merupakan pengembangan dari Program Pembangunan Kecamatan (PKK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Kemudian ada pula Program pembangunan dari pemerintah kabupaten melalui badan pemberdayaan masyarakat desa (BPMD) misalnya pembinaan PKK dan simpan pinjam karang taruna. Tidak hanya itu, pemerintah kabupaten akan menginisiasi beberapa program pembangunan lagi kepada desa dengan didasarkan pada hasil musrenbang.

PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
Definisi perencanaan yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian Perencanaan dapat pula didefinisikan menetapkan suatutujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut memilih serta mentapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, dapat kita katakan perencanaan ialah menetapkan suatu tujuan setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh eksternal,memilih, serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Namun definisi ini belum memasukkan pengertian perencanaan yang rumit karena yang diramalkan bukan faktor eksternal saja akan tetapi faktor internalpun harus menjadi perhatian. Dengan demikian perencanaan dapat berarti :mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktorfaktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut “
.Dengan demikian definisi Perencanaan Wilayah adalah mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas,menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai,menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, sertamenetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan.
Berdasarkan definisi diatas, terdapat empat elemen dasar perencanaan, yaitu :
1.      Merencanakan berarti memilih
2.      Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya
3.      Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan
4.      Perencanaan berorientasi masa depan

Perencanaan terkait dengan penyelesaian permasalahan dimasa yang akan datang sehingga berisikan tindakan yang akan dilakukan dimasa yang akan datang dan dampaknya juga baru terlihat dimasa depan. Hal ini tidak  berarti perencanaan tidak memperhatikan apa yang terjadi saat ini, karena permasalahan dimasa yang akan datang adalah produk dari apa yang terjadisaat ini dan pengaruh dari faktor luar. Secara singkat, pengambilan keputusan ditujukan untuk menyelesaikan suatu masalah sedangkan perencanaan ditujukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dimasa yang akan datang. Bahwasanya tujuan dalam perencanaan untuk menyelesaikan masalah, hanya pada umumnya masalah bersifat jangka panjang. Oleh karena itu faktor-faktor yang harus diperhatikan pun menjadi lebih banyak.
Langkah-langkah dalam perencanaan wilayah menurut Glasson sebagai berikut :
1.      The identification of the problem
2.      The formulation of general goals and more sfecific and measurable objectives relating to the problem
3.      The identification of possible constraints
4.      Projection of the future situation
5.      The generation and evaluation of alternative courses of action and the production of a refered plan, wich in generic form may include and policy statement or strategy as well as a definitive plan.
Sedangkan untuk kebutuhan perencanaan wilayah di Indonesia perlu diperluas lagi, setidaknya diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Gambaran kondisi saat ini dan identifikasi persoalan, baik jangka pendek,menengah dan jangka panjang.
2.      Tetapkan visi, misi dan tujuan umum yang didasarkan pada kesepakatan bersama,
3.      Identifikasi pembatas dan kendala.
4.      Proyeksikan berbagai variabel terkait.
5.      Tetapkan sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu.
6.      Mencari dan mengevaluasi berbagai alternatif.
7.      Memilih alternatif yang terbaik.
8.      Menyusun strategi dan dan kebijakan agar perencanaan tetap berjalansesuai yang diharapkan.
Sifat perencanaan wilayah yang sekaligus menunjukkan manfaatnya,dapat dikemu
kakan sebagai berikut :
1.      Perencanaan wilayah haruslah mampu menggambarkan proyeksi dari berbagai kegiatan ekonomi dan penggunaan lahan di wilayah tersebutdimasa yang akan datang.
2.      Dapat memandu atau membantu para pelaku ekonomi untuk memilihkegiatan yang perlu dikembangkan dimasa yang akan datang.
3.      Sebagai bahan acuan bagi pemerintah untuk mengndalikan danmengawasi arah pertukbuhan ekonomi dan penmanfaatan lahan.
4.      Sebagai landasan bagi rencana-rencana lainnya.
5.      Lokasi itu sendiri dapat dipergunakan untuk berbagai kegiatan, penetapan kegiatan haruslah bernilai tambah bagi masyarakat.
Perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatansektoral biasanya less-spatial  (kurang memperhatikan aspek ruang secarakeseluruhan), sedangkan pendekatan regional lebih bersifat spatial danmerupakan jembatan untuk mengaitkan perencanaan pembangunan denganrencana tata ruang. Rencana tata ruang berisikan kondisi ruang/penggunaanlahan saat ini (saat penyusutan) dan kondisi ruang yang dituju, misalnya 25tahun yang akan datang.
            Pendekatan sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi didalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu persatu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apayang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari peningkatantersebut. Dalam pendekatan sektoral, untuk setiap sektor/komoditi, semestinya dibuat analisis sehingga dapat member jawaban tentang :
1.      Sektor/komoditi apa yang memiliki competitive advantage diwilayah tersebut, artinya komoditi tersebut dapat bersaing di pasar global;
2.      Sektor/komoditi apa yang basis dan non basis;
3.      Sektor/komoditi apa yang memiliki nilai tambah yang tinggi;
4.      Sektor/komoditi apa yang memiliki forward linkage dan backward linkage yang tinggi;
5.      Sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhikebutuhan minimal wilayah tersebut;
6.      Sektor/komoditi apa yang dapat menyerap tenaga kerja.
Pendekatan regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan akhirnya adalah sama. Dalam pendekatan sektoral terlebih dahulu memperhatikan sektor/komoditi yang kemudian setelah dianalisis,menghasilkan proyek-proyek yang diusulkan untuk dilaksanakan. Pendekatan regional dalam pengertian lebih luas, selain memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-jaringan penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien. Pendekatan regional semestinya diharapkan dapat menjawab berbagai pertanyaan yang belum terjawab diantaranya sebagai berikut :
1.      Lokasi yang akan berkembang
2.      Penyebaran penduduk dimasa yang akan dating
3.      Adanya struktur perubahan ruang wilayah tersebut
4.      Perlunya penyediaan fasilitas sosial.
5.      Perencanaan jaringan penghubung.
Atas dasar pertimbangan pendekatan regional dan pendekatan sektoral, pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Langkah-langkah penggabungan kedua pendekatan tersebut, misalnyadalam penyusunan RPJM secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.      Tetapkan visi misi serta tujuan umum
2.      Lakukan pendekatan sektoral
3.      Uraian komoditi
4.      Tentukan parameter setiap komoditi tersebut
5.      Proyeksi kebutuhan dan pemasaran
6.      Minat investor
7.      Perubahan produktifitas pertahun
8.      Rekapitulasi kebutuhan lahan
9.      Gabungkan setiap input kebutuhan komoditi
10.  Kebutuhan sumber daya
11.  Penetapan lokasi untuk setiap komoditi
12.  Spesialisasi komoditi untuk menghindari tumpang tindih komoditi
13.  Volume realisitis komoditi dan lahan
14.  Proyeksi dalam lima tahun kedepan
15.  Perkiraan pertumbuhan sektor lainnya
16.  Pertumbuhan PDRB dimasa yang akandatang
17.  Proyeksi jumlah penduduk masa akan dating
18.  Proyeksi penggunaan lahan mendatang
19.  Perkembangan wilayah kedepan 
20.  Kebutuhan berbagai fasilitas
21.  Perluasan lokasi
22.  Total kebutuhan investasi
23.  Proyeksi kekampuan keuangan pemerintah
24.  Perbandingan anggaran tersedia dengan rencana pembangunan
25.  Perencanaan jangka menengah
26.  Evaluasi kemampuan kelembagaan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
            Zaini, Afirzal. 2014. “Analisa Perencanaan Pembangunan Wilayah di Daerah Jawa Barat”. Jogja. Diakses pada : 30 Juni 2018. Sumber : http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=79375&ftyp=potongan&potongan=S1-2014-282942-chapter1.pdf
Sarmento, Lala. 2012. “Resume Perencanaan Pembangunan Wilayah”. Banten. Diakses pada : 1 Juli 2018. Sumber : https://www.scribd.com/doc/114223867/Resume-Perencanaan-Pembangunan-Wilayah


Komentar